Masa dan proses pertumbuhan tidak sama bagi semua remaja.
Banyak faktor individual mempengaruhi jalannya pertumbuhan ini, sehingga baik
awal maupun akhir prosesnya terjadi secara berbeda. (Sunarto dan B. Agung
Hartono, 2008: 84)
Pada titik awal mulainya pertumbuhan biasanya tidak
terdapat banyak berbeda, akan tetapi kecepatan pertumbuhan setiap individu
menjadi sangat berbeda sesuai dengan iramanya masing - masing. Jadi, perbedaan
individual tentang pertumbuhan tampak dalam perbedaan awal percepatan dan
cepatnya pertumbuhan. (Sunarto dan B. Agung Hartono, 2008: 84)
Bagi anak laki-laki permulaan percepatan pertumbuhan
berbeda-beda dan berkisar antara 10,5 tahun dan 16 tahun. Sedangkan remaja
perempuan, percepatan pertumbuhan dimulai antara umur 7,5 tahun dan 11,5 tahun
dengan umur rata-rata 10,5 tahun. Puncak pertambahan ukuran fisik dicapai pada
umur 12 tahun, yakni kurang lebih bertambah 6-11cm setahun. (Sunarto dan B.
Agung Hartono, 2008: 84)
b. Proses Kematangan Seksual
Meskipun kematangan seksual berlangsung dalam batas-batas
tertentu dan urutan tertentu dalam perkembangan ciri-ciri kelamin sekundernya,
tapi kematangan seksual anak-anak remaja berjalan secara individual, sehingga
hanya mungkin untuk memberikan ukuran rata-rata dan penyebarannya saja.
(Sunarto dan B. Agung Hartono, 2008: 84)
Ada tiga kriteria yang membedakan anak laki-laki daripada
anak perempuan, yaitu dalam hal:
1.
Kriteria kematangan
seksual
3. Urutan
gejala-gejala kematangan seksual
Pada
anak wanita kematangan dimulai dengan suatu tanda kelamin sekunder dengan
tumbuhnya buah dada (payudara) yang tampak dan bagian puting susu yang sedikit
mencuat. Hal ini terjadi pada usia antara 8 dan 13 tahun. Baru pada stadium
kemudian, menjelang menarche, jaringan pengikat disekitarnya mulai tumbuh
hingga payudara mulai memperoleh bentuk yang dewasa. Kelenjar payudara baru
mengadakan reaksi pada masa kehamilan dengan suatu pembengkakan sedangkan
produksi air susu terjadi pada akhir kehamilan. Hal ini merupakan akibat
reaksi-reaksi fisiologi yang menyebabkan perubahan - perubahan pada organ-organ
kelamin internal dalam hipofise lobus
frontalis. (Sunarto dan B. Agung Hartono, 2008: 86)
Pada
anak laki-laki, kematangan seksual dimulai dengan pertumbuhan testes yang
dimulai antara umur 9,5 dan 13,5 tahun dan berakhir antara 13,5 dan 17 tahun.
Pada usia kurang lebih 15-16 tahun, pada anak laki-laki maupun perempuan
pangkal tenggorokannya (jakun) mulai membesar yang menyebabkan pita suara
menjadi lebih panjang. Anak laki-laki mengalami hal itu lebih banyak. Perubahan
dalam pita suara tadi menyebabkan anak gadis mendapatkan suara yang lebih
tinggi dan lebih nyaring, sedangkan suara anak laki-laki berubah menjadi agak
berat. Karena pertumbuhan anatomi yang cepat mendahului penyesuaian urat
sarafnya (urat sarafnya belum dapat cocok) maka timbullah keadaan yang khas
pada anak laki - laki: Terdengarlah suara yang tinggi di antara suara yang
lebih berat. Seperti halnya pada petumbuhan anggota-anggota badan, maka keadaan
tersebut hanya bersifat sementara tapi dalam waktu itu cukup memberikan alasan
untuk frustrasi karena suara tidak mau menaati si pembicara (Monks, 1984: 288).
Dengan
bertambahnya berat dan panjang badan, tampak kekuatan juga bertambah. Hal ini
tampak lebih jelas pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Pada anak
perempuan pertambahan berat badan sebagian besar disebabkan oleh tumbuhnya
lemak yang membuat bentuk badan yang khas perempuan. Selanjutnya, bertambahnya
berat badan pada waktu ini juga disebabkan oleh pertumbuhan kerangka
(membesarnya pinggul) dan hanya sebagian kecil saja disebabkan oleh pertumbuhan
karena menjadi kuatnya urat-urat daging. (Sunarto dan B. Agung Hartono, 2008:
87)
c.
Keanekaragaman Perubahan Proporsi Tubuh
Walaupun
tampak adanya keteraturan dan sebelumnya dalam hal perubahan proporsi tubuh,
ternyata perubahan itu sendiri memperlihatkan keanekaragaman. (Sunarto dan B.
Agung Hartono, 2008: 87)
Sewaktu
masih anak-anak, bentuk tubuh mereka tidak terlalu kentara perbedaannya, tapi
pada akhir masa kanak-kanak, saat mulai memasuki tahap remaja, perbedaan bentuk
tubuh anatara anak laki-laki dan anak perempuan semakin jelas. Remaja laki-laki
cenderung menuju bentuk tubuh mesomorf
(cenderung menjadi anak yang kekar, berat, dan segitiga), sedangkan anak
perempuan kalau tidak endomorf
(cenderung menjadi gemuk dan berat) akan memperlihatkan ciri ektomorf (cenderung kurus dan bertulang
panjang). (Sunarto dan B. Agung Hartono, 2008: 87)
Sekalipun
demikian dalam kelompok anak laki-laki dan anak perempuan juga terdapat
perbedaan, sehingga tidak dapat dikatakan harus selalu tepat sama. Pada
kelompok anak laki-laki mungkin saja ada yang memperlihatkan bentuk tubuh ektomorf atau endomorf dan sebaliknya pada anak perempuan ada yang tubuhnya
berbentuk mesomorf. (Sunarto dan B.
Agung Hartono, 2008: 88)
Seperti
yang dikemukakan terdahulu, selama masa remaja ini seluruh tubuh mengalami
perubahan, baik di bagian luar maupun di bagian dalam tubuh, baik dalam
struktur tubuh maupun dalam fungsinya. Hampir untuk semua bagian, ternyata
perubahan mengikuti jadwal waktu yang dapat diperkirakan sebelumnya. (Sunarto
dan B. Agung Hartono, 2008: 88)
Jadi,
bila sistem endokrin berfungsi normal, maka akan memperlihatkan ukuran tubuh
yang normal pula. Sebaliknya bila anak mengalami kekurangan hormon
pertumbuhannya, maka akan menjadi kecil seperti orang kerdil, sedangkan yang
kelebihan hormon pertumbuhan akan tumbuh menjadi terlalu besar sehingga tidak
sesuai dengan anak sebayanya. (Sunarto dan B. Agung Hartono, 2008: 88)
A.
Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Fisik
Kondisi
- kondisi yang mempengaruhi pertumbuhan fisik remaja, antara lain adalah:
1.
Pengaruh Keluarga
Pengaruh
faktor keluarga di sini meliputi faktor keturunan maupun faktor lingkungan.
Karena faktor keturunan, seorang remaja dapat lebih tinggi atau panjang
daripada remaja lainnya sehingga ia lebih berat tubuhnya, jika ayah dan ibu
atau kakeknya tinggi dan panjang. Faktor lingkungan akan membantu menemukan
tercapai tidaknya perwujudan potensi keturunan yang dibawa remaja tersebut.
Pada setiap tahap usia, lingkungan lebih banyak pengaruhnya terhadap berat
tubuh daripada terhadap tinggi tubuh. (Sunarto dan Agung Hartono, 2008: 88)
2.
Pengaruh Gizi
Anak-anak
yang memperoleh gizi cukup biasanya akan lebih tinggi tubuhnya dan sedikit
lebih cepat mencapai taraf remaja dibandingkan dengan mereka yang kurang
memperoleh gizi. Lingkungan dapat memberikan pengaruh pada remaja sedemikian
rupa sehingga menghambat atau mempercepat potensi untuk pertumbuhan di masa
remaja. (Sunarto dan Agung Hartono, 2008: 89)
3.
Gangguan Emosional
Anak
yang terlalu sering mengalami gangguan emosional akan menyebabkan terbentuknya steroid adrenal yang berlebihan, dan ini
akan membawa akibat berkurangnya pembentukan hormon pertumbuhan di kelenjar
pituitari. Bila terjadi hal demikian, pertumbuhan awal remajanya terhambat dan
tidak tercapai berat tubuh yang seharusnya. (Sunarto dan Agung Hartono, 2008:
89)
4.
Jenis Kelamin
Remaja
laki-laki cenderung lebih tinggi dan lebih berat daripada remaja perempuan.
Kecuali pada usia antara 12 dan 15 tahun. Remaja perempuan biasanya akan
sedikit lebih tinggi dan lebih berat daripada remaja laki-laki. Terjadinya
perbedaan berat dan tinggi tubuh ini karena bentuk tulang dan otot pada remaja
laki-laki memang berbeda dari remaja perempuan. (Sunarto dan Agung Hartono,
2008: 89)
5.
Status Sosial Ekonomi
Remaja
yang berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi rendah, cenderung lebih
kecil daripada remaja yang berasal dari keluarga yang status sosial-ekonominya
tinggi. (Sunarto dan Agung Hartono, 2008: 89)
6.
Kesehatan
Remaja
yang sehat dan jarang sakit, biasanya akan memiliki tubuh yang lebih berat
daripada remaja yang sering sakit. (Sunarto dan Agung Hartono, 2008: 89)
7.
Pengaruh Bentuk Tubuh
Bangun/bentuk
tubuh, apakah mesamorf, ektomorf, atau endomorf, akan mempengauhi besar
kecilnya tubuh remaja. Misalnya remaja yang bangun tubuhnya mesomorf akan lebih
besar daripada endomorf atau anak yang ektomorf, karena mereka memang lebih
gemuk dan berat. (Sunarto dan Agung Hartono, 2008: 90)
Perubahan fisik hampir selalu dibarengi
dengan perubahan perilaku dan sikap.Keadaan ini seringkali menjadi sedikit
parah karena sikap orang-orang yang berbeda di sekelilingnya dan sikapnya
sendiri dalam menghadapi perubahan fisik itu. (Sunarto dan Hartono, 2008: 90)
Dalam masa remaja, perubahan yang terjadi
sangat mencolok dan jelas sehingga dapat mengganggu keseimbangan yang
sebelumnya sudah terbentuk. Perilaku mereka mendadak menjadi sulit diduga dan
sering kali agak melawan norma sosial yang berlaku. Oleh karena itu, masa ini
sering kali dinamakan sebagai “masa negatif”. Pada saat irama pertumbuhan sudah
sedikit lambat dan perubahannya telah sempurna, maka akan terjadi keseimbangan
kembali. (Sunarto dan Agung Hartono, 2008: 90)
Meskipun pengaruh pubertas terhadap anak-anak
berbeda-beda, cara mereka melampiaskan gangguan ketidakseimbangan tampaknya
sama. Beberapa bentuk pelampiasan yang dapat terlihat adalah mudah tersinggung,
tidak dapat diikuti jalan pemikirannya ataupun perasaannya. Ada kecenderungan
menarik diri dari keluarga atau teman, lebih senang menyendiri, menentang
kewenangan (misalnya orang tua dan guru), sangat mendambakan kemandirian,
sangat kritis terhadap orang lain, tidak suka melakukan tugas dirumah ataupun
disekolah, dan sangat tampak bahwa dirinya tidak bahagia. (Sunarto dan Agung
Hartono, 2008: 91)
Karena memang sedang terjadi perubahan
beberapa kelenjar pertumbuhan yang
menyebabkan terjadinya perubahan dalam
bentuk dan ukuran tubuhnya, anak-anak remaja ini secara fisik sering kali
merasa sangat tidak nyaman, misalnya ada keluhan, gelisah, nafsu makan
berkurang, gangguan pencernaan, sakit kepala, sakit punggung, dan sebagainya
yang umumnya mencerminkan perasaan tidak nyaman karena tubuhnnya sedang
bertambah panjang. Gangguan ini lebih
banyak menghinggapi anak perempuan dari pada anak laki-laki, bahkan beberapa
anak laki-laki sama sekali tidak merasakan hal-hal yang disebutkan di atas.
Semua gangguan itu tampaknya tidak mendorong anak remaja berperilaku sesuai
dengan harapan masyarakat. Pada saat ini, tampaknya hanya sedikit remaja yang
mengalami kekurangan darah, yang lebih menonjol memang kurangnya nafsu makan,
tetapi tidak mempengaruhi keadaan kimia darahnya. Bila sampai pada keadaan
kekurangan darah maka anak akan mengalami gangguan karena adanya ketengan
emosional. (Sunarto dan Hartono, 2008: 91)
Anak-anak remaja ini tampaknya juga terlalu
memperhatikan keadaan tubuhnya yang sedang mengalami proses perubahan.
Tanggapan atas perubahan dirinya itu dapat digolongkan menjadi dua, yaitu
mereka yang terlalu memperhatikan normal tidaknya dirinya dan mereka yang
terlalu memikirkan tepat tidaknya kehidupan kelaminnya. Bila mereka
memperhatikan teman sebayanya, kemudian ternyata dirinya berbeda dari mereka
maka akan segera muncul pikirannya tentang normal tidaknya dirinya. Misalnya,
hanya berbeda dalam hal kecepatan pertumbuhan sudah dapat menimbulkan kekawatiran
dalam dirinya. Anak-anak yang tergolong cepat dan lebih awal tumbuh sering
merasa khawatir bahwa pada masa dewasanya nanti tubuhnya akan terlalu tinggi,
sedangkan anak yang tumbuh pendek sampai dewasa akan khwatir pertumbuhan dan
kehidupan kelaminnya tidak akan berkembang normal. (Sunarto dan Hartono, 2008:
92)
Bila mereka ketinggalan dari sebayanya dalam
hal minat dan kegiatan lain, atau kurang berminat dalam kegiatan sebayanya,
mereka terlalu khawatir apakah mereka akan pernah menjadi dewasa. Terlalu memperlihatkan
keadaan kehidupan kelaminnya, juga merupakan hal yang biasa terjadi dalam tahap
ini. Pada saat seorang mencapai masa remaja, dalam pikirannya telah terbentuk
konsep tertentu mengenal wajar tidaknya kehidupan kelamin dalam penampilan
seseorang. Konsep ini terbenyuk melalui pengalaman si anak sehari-hari misalnya
dari televisi, bioskop, buku cerita, komik, atau dari orang-orang
disekelilingnya yang dikagumi. Bila mereka berpendapat bahwa dirinya kurang
memahami persyaratan, maka ia segera menentukan bahwa dirinya memang tidak
wajar. Sayangnya konsep yang telah terbentuk ini sukar sekali dihilangkan
bahkan mungkin dapat menetap seumur hidupnya. (Sunarto dan Hartono, 2008: 92)
Salah satu dari beberapa konsekuensi dari
masa remaja yang paling penting adalah pengaruh jangka panjangnya terhadap
sikap, perilaku sosial, minat, dan kepribadian. Kalau sikap dan perilaku remaja
kurang dapat diterima, yang sebenarnya merupakan salah satu ciri dari kehidupan
remaja, dapat menghilang setalah tercapainya keseimbangan, maka keadaan ini
tidak begitu parah. Pengaruh tidak nyamanya pada masa remaja yang paling
menetap adalah dalam hal penyimpangan usia kematangan kelaminnya. Perkembangan
kehidupan kelamin yang tidak wajar, akan menimbulkan pengaruh pada anak laki-laki
dan juga pada anak perempuan, bahkan pengaruh itu tidak hanya terjadi di masa
remaja bahkan dapat berlanjut lebih lama lagi. Bagi anak laki-laki yang
mengalami perkembangan kelamin lebih awal, secara sosial lebih menguntungkan,
sedangkan bagi anak perempuan tidak demikian halnya. Tinggi, berat, dan
kekuatan tubuh yang jauh melebihi teman sebayanya bagi anak laki-laki akan
dapat meningkatkan citra dirinya didepan teman sebayanya dari kedua jenis
kelamin. Sebaliknya bila kematangan kelamin ini terlalu cepat terjadi pada anak
gadis, maka ia akan memperoleh sebutan yang tidak menyenangkan. Keadaan ini
seringkali menimbulkan pengaruh buruk pada anak perempuan, baik di masa remaja
maupun di kemudian hari. Anak perempuan yang termasuk lambat dalam kematangan sebaiknya
bagi anak laki-laki yang lambat kematangan kelaminnya; ia akan kehilangan
kesempatan untuk menaikkan citra dirinya, kurang dihargai, dan seringkali
diabaikan. (Sunarto dan Hartono, 2008: 93)
Remaja
yang banyak perhatiannya kepada kelompok, perilaku remaja itu akan banyak
dipengaruhi oleh perilaku kelompoknya. Kelompok remaja dapat terbentuk di dalam
sekolah seperti pada kelompok olah ragam kelompok seni, kelompok belajar, dan
semacamnya. Begitu pula kelompok remaja dapat terbentuk diluar sekolah, seperti
kelompok olah raga, kesenian, pramuka, dan sebagainya. (Sunarto dan Hartono,
2008: 93)
Jenis
kegiatan kelompok seringkali diterntukan oleh kelompok itu sendiri, sehingga
banyak kegiatan yang bernilai positif juga terdapat kegiatan yang bernilai
negatif. Kegiatan bernilai positif seperti olah raga,
pramuka, dan seni dapat memupuk pertumbuhan fisik remaja, sedangkan yang
bernilai negatif seperti ngebut, begadang malam hari, minum-minuman keras, dan
semacamnya akan mengganggu kesehatan dan keselamatan. Dengan demikian,
pengembangan program kelompok ke arah kegiatan yang bernilai positif oleh para
tokoh masyarakat dan sekolah, merupakan upaya untuk membantu para remaja dalam
pertumbuhan fisik mereka. (Sunarto dan Hartono, 2008: 93)
Pengembangan
kegiatan pramuka, penyelenggaraan senam kesegaran jasmani, dan pembiasaan hidup
bersih perlu diprogram sebagai kegiatan ko-kurikuler dan ekstrakurikuler di
sekolah menengah, perlu diselenggarakan secara baik. Pembentukan kelompok
belajar atas bimbingan guru merupakan kegiatan yang dapat membentuk mereka
untuk belajar teratur dan tanggung
jawab. (Sunarto dan Hartono, 2008: 94)